Minggu, 4 Februari 2001
Pendaki
Gunung Slamet yang beranggotakan 7 orang ini menuju Bumiayu melalui Stasiun
Lempuyangan. Masrukhi, Dewi, Gentur, Ismarilianti atau Iis, Turniadi atau Dodo,
Bregas, dan Fauzan adalah para pendaki yang hendak menaklukan Gunung Slamet
kala itu. Sesampainya di Bumiayu mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di
Pengasinan. Untuk mencapai Desa Kaliwadas, mereka harus berjalan dengan jarak 7
km dilanjutkan bermalam di desa tersebut.
Senin, 5 Februari 2001
Pagi
hari para pendaki ini memulai hari pertama menuju Puncak Gunung Slamet. Mereka
memutuskan untuk membangun tenda dan mulai beristirahat setelah melalui
pertemuan jalur Kaliwadas – Baturaden.
Selasa, 6 Februari 2001
Tak
butuh waktu lama bagi para pendaki ini untuk mencapai batas vegetasi Puncak
Gunung Slamet. Perjuangan yang sebenarnya baru akan dimulai disini, dimana
badai dan kabut akan senantiasa menemani mereka. Para pendaki biasa menyebut
batas ini adalah “Point Of No Return” dimana sangat sulit sekali jika harus
kembali karena cuaca yang tidak dapat diprediksi dan cukup ekstrim. Benar saja
kabut tebal mulai menyelimuti lokasi ini dan badai mulai menampakan diri dan
mereka memutuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat serta berharap esok
hari akan cerah.
Rabu, 7 Februari 2001
Saat
semua sudah dipersiapkan mereka hendak melanjutkan perjalanan, namun badai dan
kabut kembali menghampiri mereka. Tidak mengambil resiko, mereka kembali
mendirikan tenda. Dengan suhu mencapai 0 derajat celcius sangat tidak mungkin
jika harus melanjutkan.
Sesaat cuaca kembali mereda, mereka
memutuskan untuk melanjutkan menuju puncak walaupun kabut masih menyelimuti.
Keraguan mulai muncul diantara pendaki ini namun sebagai pendamping, Masrukhi
dan Dodo menyatakan bahwa ereka siap untuk mengantar hingga menggapai puncak.
Pertengahan sudah mereka lewati,
namun badai kembali menunjukkan eksistensinya. Saat itulah mereka berada di
“Point Of No Return”, sesaat ingin kembali menuju tenda namun sama sulitnya
menuju puncak. Terdengar suara teriakan Masrukhi yang meminta tolong dan
tubuhnya terguling ke lereng. Semua pendaki mendengar itu, namun mereka tidak
bisa berbuat apa – apa dikarenakan cuaca yang semakin ekstrim. Pejalanan
dilanjutkan dengan hanya enam anggota. Seusai mereka mencapai puncak, Dodo,
Gentur, dan Fauzan bergegas turun menjemput Masrukhi dan membawanya ke puncak.
Di puncak tersebut mereka memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam
disana.
Kamis, 8 Februari 2001
Fisik
para pendaki ini semakin lemah, badai yang tak kunjung reda harus mereka
terjang. Dengan sisa – sisa tenaga, mereka mencoba untuk turun. Karena kondisi
Masrukhi yang sangat lemah dan badannya terjatuh. Mereka memutuskan untuk
mendirikan tenda lagi yang masih dalam wilayah vegetasi.
Terdengar
suara yang masih samar – samar di bawah mereka dengan radius beberapa meter
saja. Mereka saling berkomunikasi menggunakan peluit, karena tidak akan
terdengar jika harus berteriak. Dewi ditunjuk sebagai perwakilan untuk
mendekati sumber suara tersebut berharap mendapat bantuan, namun gerombolan
pendaki yang berasal dari Jakarta itu tidak berani jika harus memberi
pertolongan.
Diputuskan
untuk turun ke Bambangan dan segera meminta pertolongan. Sempat bertemu Tim
SAR, Dewi segera melaporkan kejadian yang dialaminya ke Kapolsek.
Takdir
berkata lain, satu demi satu nafas pendaki yang tertinggal diatas terpaksa disudahi.
Masrukhi menjadi yang pertama, pangkuan Dodo menjadi tempat terakhir ia
menghembuskan nafas. Anggota yang lain sepakat untuk meninggalkan jasad
Masrukhi dengan pertimbangan akan dievakuasi setelah mereka turun. Kondisi yang
tidak lagi memungkinkan, mereka kembali dipaksa untuk bermalam dan mendirikan
tenda. Persediaan logistik yang semakin menipis juga menjadi salah satu
permasalahan kala itu, mereka hanya memakan apa yang tersedia.
Jum’at, 9 Februari 2001
Dodo
turun untuk meminta pertolongan.
Sabtu, 10 Februari 2001
Gentur
turun untuk menyusul Dodo, karena bantuan yang tak kunjung datang. Iis, Fauzan,
dan Bergas masih harus mendekam di tenda. Dengan berbekal permen, Gentur harus
bisa turun dengan usaha yang sangat keras. Hingga dia menemukan aliran sungai
yang menuju Desa Serang, yaitu desa penghubung antara Baturaden dan Bambangan.
Minggu, 11 Februari 2001
Gentur
pergi ke Desa Bambangan dengan Ojek. Sadar Dodo belum sampai disana, Tim SAR
dan berbagai kelompok Pencinta Alam serta warga sekitar memulai pencarian.
Senin, 12 Februari 2001
Fauzan
ditemukan di dalam tenda oleh Tim SAR dengan keadaan tak bernyawa. Iis dan
Bergas sudah tidak berada di tenda tersebut.
Rabu, 13 Februari 2001
Iis
ditemukan berlindung dengan ketinggian 2750 meter dengan pakaian yang basah,
kondisinya sudah sangat tragis. Gigi depan patah, luka pada tulang kering kaki
kanan dan lehernya namun ia masih sadarkan diri. Waktu sudah menjelang petang,
Tim SAR memutuskan untuk mendirikan tenda dan memberi penanganan yang tepat
terhadap Iis. Sesaat kondisi Iis sudah mulai membaik.
Tim SAR
dengan rute lain menemukan Dodo yang sudah tek bernyawa, begitu juga dengan
Bergas yang sudah meninggal tak jauh dari perbatasan vegetasi.
Kamis, 14 Februari 2001
Pada
pagi hari kondisi Iis sudah sangat kritis
Tim SAR sudah melakukan segala upaya penyelamatan, namun takdir
berkehendak lain. Iis mengembuskan nafas terakhir pada hari itu.
Senin, 19 Februari 2001
Jasad
Masrukhi ditemukan pada lokasi yang cukup jauh dari tempat dimana ia
ditinggalkan, kurang lebih 200 meter diatas batas vegetasi. (entah apa yang
telah terjadi pada jasad Masrukhi)
Berangkat bersama dengan anggota tujuh orang, kini yang
tersisa dari cerita itu hanyalah dua orang pendaki, yaitu Dewi dan Gentur.
Saksi dimana perjuangan menaklukan Gunung Slamet yang nyatanya sama sekali
bukan hal yang mudah, bahkan bisa dibilang mustahil. Masihkah Dewi dan Gentur
terbayang masa lalunya itu?
Comments
Post a Comment