Aceh
menjadi salah satu ikon di Indonesia dengan sebutan Serambi Mekah. Selain
kepercayaan religiusnya yang sangat kuat, ternyata Aceh juga menyimpan beberapa
legenda. Tapaktuan, Legenda Kota Naga yang menyimpan sejumlah misteri. Kota
yang menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Selatan ini memiliki iklim tropis basah
dengan keindahan alam yang menawan. Ada pun beberapa wisata alam yang dapat
kita temui, seperti, Wisata Air Dingin, Panorama Hatta, Batu Berlayar, dan
banyak lagi.
Saat terjadi
bencana Tsunami pada tahun 2004, kota ini memiliki cerita tersendiri yang
membuat para pendengarnya tertarik. Bagaimana tidak? Ombak dahsyat kala itu
terpecah dan berkurang intensitasnya karena pulau ini terlindungi Pulau
Simeulue.
Tapaktuan
memiliki wilayah yang sangat strategis karena berbatasan langsung dengan
Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah utara, Samudera Indonesia di selatan,
Kabupaten Aceh Barat Daya di barat, dan Kota Subulussalam di sebelah timur. Hal
ini lah yang membuat kota ini sangat strategis baik dalam segi perekonomian
mapun sosial budaya.
Kota
Naga adalah sebutan untuk Tapaktuan, Legenda Putri Naga dan Tuan Tapa sudah
menjadi cerita rakyat yang sering dibicarakan saat mendengar nama kota ini.
Saat memasuki kota ini, kita akan disuguhkan gambar naga yang terpampang jelas
di dinding pinggir jalan yang letaknya tak jauh dari kantor Bupati Aceh
Selatan.
Legenda ini dimulai saat sepasang sepasang
naga yang tidak kunjung memiliki anak. Sepasang naga tersebut terpaksa diusir
dari negerinya yang sebelumnya mereka mendiami teluk (Tapaktuan). Suatu ketika
terlihat bayi perempuan yang terapung, tentu saja mereka yang mendambakan
seorang anak sangat senang melihat hal ini. Sepasang naga tersebut kemudian
mengambil bayi tersebut, dengan kasih sayang dan perhatian anak itu menjadi
gadis yang cantik jelita kala beranjak dewasa.
17
tahun berlalu, sebuah kapal muncul dengan seorang raja yang memimpinnya. Bukan
sebuah kebetulan raja tersebut bertemu gadis yang dipelihara dengan baik oleh
sepasang naga. Raja ini mengenal betul gadis ini yang 17 tahun lalu hanyut di
lautan ketika masih bayi. Sang raja meminta kepada sepasang naga utuk
mengembalikan anaknya yang telah hilang cukup lama. Karena sepasang naga ini
enggan mengembalikan gadis tersebut, perkelahian pun tidak terhindarkan. Hingga
seorang petapa disana terusik, dia dikenal sebagai Tuan Tapa.
Perkelahian
antara naga dan raja dapat diakhiri dengan hadirnya Tuan Tapa. Tak berselang
lama Tuan Tapa mencoba meluruskan masalah ini dan meminta naga untuk
mengembalikan putri raja. Tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Tuan Tapa,
sepasang naga ini malah menantang petapa yang mendiami Gua Kalam tersebut.
Perkelahian dahsyat kembali terjadi, karena kesaktian Tuan Tapa yang besar,
kedua naga itu harus mengaku kalah. Gadis cantik tersebut akhirnya dikembalikan
kepangkuan ayahnya yaitu sang raja. ‘Putri Naga’ adalah julukan yang diberikan
kepada gadis tersebut. Karena keluarga kerajaan sudah menemukan anaknya, mereka
memutuskan untuk menetap dipesisir pulau yang diyakini menjadi kota Tapaktuan.
Konon
naga jantan yang terbunuh oleh kesaktian Tuan Tapa, tubuhnya hancur berkeping –
keping. Darah yang berceceran dimana – mana membuat tanah sekitar menjadi
merah. Darah naga yang membeku menjadi bebatuan, kini dikenal dengan Batu
Merah. Tubuh naga yang juga berserakan menjadi bebatuan hitam yang berbentuk
hati yang saat ini dikenal dengan Batu Item. Karena naga betina melihat
suaminya telah tewas terbunuh, sang naga betina melarikan diri. Sesaat sebelum
melarikan diri naga ini mengamuk dan membelah sebuah pulau yang saat ini
dikenal dengan Pulau Dua dan meluluhlantahkan pulau – pulau disekitar sehingga
menjadi 99 buah pulau yang tersebar.
Setelah
kejadian besar tersebut, Tuan Tapa jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Makam
Tuan Tapa terletak tak jauh dari gunung Lampu, tepatnya di depan Mesjid tuo.
Hingga saat ini makam tersebut masih sering dikunjungi para peziarah, bahkan
Soesilo Bambang Yudhoyono juga pernah kesini.
Comments
Post a Comment